dLira – Gorontalo – Registrasi Sosial dan Ekonomi (Regsosek) 2022 menjadi salah satu langkah yang diambil untuk memperbaiki data kependudukan di Indonesia, yang bisa dibilang masih amburadul. Sering kita temui, berdasar data kependudukan yang ada, bantuan yang dikucurkan pemerintah diakui salah sasaran.
Banyak ditemukan di masyarakat, ketika bantuan itu disalurkan, justeru diserahterimakan kepada orang yang salah, alis tidak berhak menerima bantuan. Hal itu disebabkan karena tingkat kesejahteraannya tidak tepat menerima bantuan. Ketika hal itu dipertanyakan, selalu saja yang berwenang bertameng bahwa orang terserbut terdata dalam data kependudukan penerima bantuan.
Sebagaimana disampaikan Prajasa Afriyanto, salah seorang pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo, salah satu latar belakang dilaksanakannya Regsosek 2022 adalah masih belum tertatanya data kependudukan yang ada. Terlebih pemerintah berkeinginan membuat data tunggal sebagai basis data, untuk keperluan pengambilan kebijakan.
Hal itu disampaikan Prasaja saat menyampaikan materi Kolaborasi Bersama Untuk Registrasi Sosial Ekonomi 2022, ketika menjadi pemateri pada rakor media massa di Kota Gorontalo.
“Regsosek 2022 adalah kegiatan pendataan yang bertujuan memperbaiki Data Kependudukan yang telah ada, sebagai salah satu bentuk reformasi program perlindungan sosial,” katanya.
Dia juga menjelaskan, standar operasional prosedur (SOP) pendataan adalah setiap petugas harus langsung mendata dan bertemu langsung dengan masyarakat yang didata. Sesuai tempat tinggalnya.

Terkait hal tersebut, Kepala BPS Provinsi Gorontalo menegaskan, pendataan Regsosek dipastikan akan menjangkau daerah terpencil sekalipun di seluruh wilayah Gorontalo.
“Prinsip pendataan pada Regsosek 2022, tidak boleh ada rakyat yang tidak terdata dan didata dua kali,” tegas Mukhamad Mukhanif.
Dikarenakan pentingnya pendataan yang dilakukan dalam Regsosek bagi pengambil kebijakan, masyarakat diharapkan memberikan jawaban yang benar dan jujur. Sehingga pada ujungnya terbentuk sebuah data tunggal sebagai basis data. Di mana atas dasar data kependudukan tersebut, pemerintah akan membuat kebijakan, sehingga hak-hak rakyatnya tidak lagi salah sasaran.(*as)